Oleh: Ustadz Ibnu Hasan Ath Thobari
Siapa tidak kenal Abu Lahab? Namanya diabadikan
Allah dalam Qur'an ketika ia bersama istrinya dijebloskan ke dalam api neraka.
Akan tetapi, banyak diantara kita yang tidak mengetahui bagaimana matinya
seorang musuh Allah bernama Abu Lahab ini. Seorang pembesar bangsa Quraisy yang
juga salah seorang paman Nabi kita yang mulia Muhammad shallallahu alaihi wa
sallam.
Ternyata yang menyebabkan matinya Abu Lahab
adalah sebuah pukulan yang dilakukan oleh seorang shahabiyyah yang
mulia. Beliau adalah Lubabah Al-Kubra yang dikenal dengan panggilan Ummu
Fadl binti Al-Harits radhiyallahu anha. Wanita yang juga menjadi
saudara kandung Sayyidah Maimunah binti Al-Harits radhiyallahu anha.
Ummu Fadl tercatat sebagai wanita kedua yang
masuk Islam setelah Ummul Mu'minin Khadijah binti Khuwailid radhiyallahu
anha. Ummu Fadl juga adalah seorang istri dari sahabat yang mulia
sekaligus paman dari Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam yaitu Al-Abbas ibn
Abdil Muththalib radhiyallahu anhu.
Rasulullah sendiri sering mengunjunginya dan
beristirahat siang di rumahnya. Keluarga mulia ini juga termasuk salah satu
tempat bersandar Rasulullah pada masa sulit. Lain halnya dengan Ummu Jamil.
Meski kata jamil terlekat dinamanya, namun perangai dan tingkah lakunya jauh
dari keindahan. Sebagai isteri Abu Lahab, Ummu Jamil adalah wanita yang
terkenal aktif memusuhi dan memerangi Islam. Tak jarang diantara dua keluarga
yang masih sangat dekat hubungannya itu menimbulkan percekcokan.
Ummu Fadl, bersama suami dan anak-anaknya pun kemudian sepakat untuk
menyembunyikan keIslaman mereka karena khawatir dengan kejahatan kaumnya. Namun
Allah berkehendak lain, Al-Abbas malah tertawan ditangan kaum muslimin saat
Perang Badr. Kondisi kaum muslimin yang belum mengetahui
perihal keIslamannya sedikit banyak menyulitkan Rasulullah. Walhasil beliaupun
menebus sang paman Al-Abbas seperti orang musyrik lainnya. Taktik ini dilakukan
agar rahasia keIslaman Al Abbas tetap tidak terbongkar oleh orang-orang
Quraisy. Ummu Fadl pun melihat kemarahan orang-orang kafir
termasuk iparnya, Abu Lahab. Kekalahan kaum kafir dalam Perang Badr sangat
mengiris hati Abu Lahab. Ummu Fadl pun mewanti-wanti ke empat anaknya agar
tidak menunjukkan raut wajah bahagia sehingga keIslaman mereka tetap tidak
bocor ke telinga kaum Quraisy.
Namun sebuah kejadian betul-betul merubah segalanya. Hal ini bermula ketika
Ummu Fadl beserta seorang budaknya bernama Abu Rafi` turut mendengarkan
perbincangan di ujung rumahnya antara iparnya, Abu Lahab dan keponakannya Abu
Sufyan Ibnul Harits.
Saat itu, Abu Sufyan menceritakan kepada Abu
Lahab bagaimana kaumnya kalah melawan kaum muslimin. Abu Lahab pun hanya bisa
marah-marah dan melontarkan sumbah serapah atas kenyataan itu. Sebaliknya, di
ujung rumah, Ummu Fadl justru sangat bersuka cita atas apa yang didengarnya.
Abu Sufyan berkata, ”Demi Allah, walau demikian aku tidak akan menyalahkan
mereka karena kami menghadapi manusia-manusia putih berkuda putih diantara
langit dan bumi dan tidak ada yang mampu mengalahkan mereka.”
Tentu saja Ummu Fadl merasa bahagia mendengarnya,
akan tetapi Abu Rafi` tidak lagi mampu menahan rasa bahagianya hingga kemudian
ia berteriak, ”Demi Allah, itu adalah para Malaikat!!”
Mendengar teriakan itu, Abu Lahab bangkit. Dengan diliputi rasa marah, ia
lantas menghampiri Abu Rafi' lalu memukulnya secara keras. Sontak saja melihat
budaknya dipukul, Ummu Fadl menjadi lupa terhadap langkah untuk menyembunyikan
keIslamannya. Wanita mulia ini kemudian mencabut sebuah tiang yang ada di
rumahnya dan lewat jiwa pemberani langsung menghajar kepala Abu Lahab lalu
berkata, ”Beraninya kamu memukul Abu Rafi`saat tidak ada majikannya”.
Apa yang terjadi? Kepala Abu Lahab bonyok bukan kepalang. Rambutnya dibanjiri
kucuran darah dari pentungan yang dilayangkan Ummu Fadl. Abu lahab pun kemudian
meninggalkan rumah saudaranya, Al-Abbas. Berselang tujuh malam, luka tersebut
semakin parah dan bekas pukulan itu menembus sampai otak hingga menyebabkan
pembusukan.
Orang-orang di sekitar pun mulai menjauhinya.
Para warga mencium bau tidak sedap yang keluar dari luka Abu Lahab. Mereka juga
khawatir luka Abu Lahab dapat menular menimpa mereka. Abu Lahab pun akhirnya hidup sendiri. Ia
mengerang pedih tanpa ada yang membantu. Istrinya, Ummu Jamil (hammalatul
hathab) yang seharusnya berada di sampingnya, justru pergi bersama
anak-anaknya menjauhi sang suami. Dan naas, tak lama kemudian Abu Lahab
benar-benar tewas.
Selama tiga hari, jasad Abu Lahab dibiarkan
tergeletak tanpa ada yang bersedia menguburkan. Para warga tidak berani
mendekati jasadnya. Akhirnya karena bau busuk yang kian menjadi, maka digali
juga sebuah lubang kubur bagi Abu Lahab. Bangkai Abu Lahab didorong-dorong
dengan sebilah kayu sampai masuk lubang.
Tidak hanya itu, prosesi penguburan pun
berlangsung secara mengenaskan. Dari jauh warga melempari kuburan Abu Lahab
dengan batu hingga mereka yakin betul jasadnya telah tertutup rapat. Ya sebuah
tragedi kematian yang lebih hina dari kematian seekor ayam sekalipun.
Itulah
akhir hayat yang dialami oleh manusia yang sombong kepada Allah dan menolak
risalah NabiNya shallaallahu alaihi wa sallam.
Wallahu a`lam (iwn/muslimisme)