Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

Keteguhan Hati Seorang Sa'ad bin Abu Waqash (radhiyallahu 'anhu)



Salah satu shahabat Nabi yang mulia—Sa’ad bin bin Abu Waqash—adalah seorang anak yang sangat berbakti kepada ibunya. Di usianya yang masih muda belia ia sudah menyambut seruan Rosululloh untuk masuk Islam pada awal kedatangan Islam di bumi Makkah al Mukaromah. Namun apa yang terjadi? Ibunya sangat marah manakala mengetahui putra tercintanya meninggalkan agama nenek moyang mereka dan memeluk Islam.

Ibunya berkata, “Wahai Sa’ad, agama apa yang kamu anut itu sehingga ia memalingkanmu dari agama ibu bapakmu? Demi Allah kamu harus meninggalkan agama barumu itu atau aku tidak akan makan dan minum sampai aku mati dan hatimu teriris-iris karena kesedihanmu kepadaku, penyesalan akan mencengkerammu atas perbuatan yang kamu lakukan dan orang banyak pun akan mencelamu selama hidupmu!”

Sa’ad menjawab, “Ibu, jangan lakukan itu karena aku tidak akan meninggalkan agamaku (Islam) dengan alasan apapun.”

Ibunya benar-benar membuktikan ancamannya, dia tidak makan dan tidak minum selama berhari-hari sehingga badannya menjadi kurus, tulangnya melemah, dan kekuatannya lumpuh. Hari berganti hari namun bujukan anaknya tidak juga membuatnya mau untuk makan dan minum seperti sedia kala.

Pada suatu ketika Sa’ad berkata kepada ibunya, sebuah perkataan yang sangat baik dan menyebabkan salah satu firman Allah turun kepada Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam.

Sa’ad berkata, “Ibu, sekalipun aku sangat mencintaimu namun aku tetap lebih mencintai Allah dan Rasul Nya. Demi Allah, seandainya engkau mempunyai seribu nyawa lalu ia keluar dari jasadmu satu persatu, aku tetap tidak akan pernah meninggalkan agamaku (Islam) dengan alasan apapun.”

Melihat keteguhan hati sang buah hatinya itu maka hati sang Ibu pun luluh dan menyerah. Dia mulai makan dan minum sekalipun dengan terpaksa. Disaat itulah Allah menurunkan firmanNya,

وَإِنْ جَا هَدَكَ عَلَى أَنْ تُشْرِكَ بِي مَالَيسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ فَلاَ تُطِعْهُمَا وَصَاحِبهُممَافِي الدُّنيَامَعرُوفًا

dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, Maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik ....” (QS Luqman : 15).

===========================================
dikutip dari Shuwaru min Hayatish Shahabah (Dr. Abdurrahman Ra’fat Basya)
(nawizam)

Untukmu para (calon) Istri dan (calon) Suami


Tulisan ini kuperuntukkan kepada para isteri dan calon isteri, serta para suami dan calon suami. Semoga setelah membacanya akan mendapatkan HIKMAH, sehingga memahami makna yang mendasar arti sebuah pernikahan sehingga cita-cita membentuk keluarga yang sakinah-mawaddah- warahmah dunia-akhirat akan tercapai.
Pernikahan adalah proses Ijab-Qobul antara ayah calon isteri atau walinya kepada calon suami dengan mas kawin (mahar) yang telah ditentukan dengan disaksikan oleh para saksi. Dalam Al-Quran perjanjian ijab–qobul tersebut seperti perjanjian Alloh ta’ala dengan Rosul-Nya yang disebut Mitsaqon Gholizho (Perjanjian yang berat) dan ‘arsy Alloh bergetar karenanya. 

Setelah proses Ijab-Qobul tersebut, beralihlah tanggung jawab orang tua kepada suami. Pemenuhan kebutuhan lahir-batin, pembinaan dan perlindungan beralih kepada suami. Dengan kata lain suami Anda adalah wakil orang tua Anda. Sehingga ketaatan Anda kepada suami (dalam hal tidak bermaksiat kepada Alloh) adalah seperti ketaatan kepada orang tua Anda. Dan kedurhakaan Anda kepada suami (dalam hal tidak bermaksiat) adalah seperti kedurhakaan kepada orang tua Anda. Dan ridlo Alloh sudah tergantung kepada ridlo suami Anda, Alloh subhanahu wata'ala berfirman:
الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ بِمَا فَضَّلَ اللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَى بَعْضٍ وَبِمَا أَنْفَقُوا مِنْ أَمْوَالِهِمْ فَالصَّالِحَاتُ قَانِتَاتٌ حَافِظَاتٌ لِلْغَيْبِ بِمَا حَفِظَ اللَّهُ وَاللَّاتِي تَخَافُونَ نُشُوزَهُنَّ فَعِظُوهُنَّ وَاهْجُرُوهُنَّ فِي الْمَضَاجِعِ وَاضْرِبُوهُنَّ فَإِنْ أَطَعْنَكُمْ فَلَا تَبْغُوا عَلَيْهِنَّ سَبِيلًا إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلِيًّا كَبِيرًا

"Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Alloh telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang ta`at kepada Alloh lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Alloh telah memelihara (mereka). Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka menta`atimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Alloh Maha Tinggi lagi Maha Besar." (Qs. An Nisaa’ : 34)

Hadits-hadits yang berkaitan dengan ini adalah sebagai berikut :
Ibnu Jarir dan al-Baihaqi meriwayatkan hadits dari Abu Hurairah yang menyatakan bahwa Nabi sholallohu 'alaihi wasallam bersabda:
“Sebaik-baik wanita adalah yang menawan hati-mu bila engkau pandang, taat manakala engkau perintah, dan menjaga hartamu serta memelihara kehormatan diri-nya ketika engkau tidak ada di rumah.” Kemudian Rosululloh sholallohu 'alaihi wasallam. membaca ayat tersebut di atas (Qs. An Nisaa’ : 34).

Dari Abu Umamah, dari Nabi sholallohu 'alaihi wasallam bersabda: “Tidak ada yang paling bermanfaat bagi se-orang (lelaki) Mukmin sesudah bertaqwa kepada Alloh daripada memiliki isteri yang shalihah, yaitu jika ia diperintah ia taat, jika ia dipandang menyenangkan hati, dan jika ia digilir ia tetap ber-buat baik, dan jika ia ditinggalkan (suaminya) ia tetap menjaga suaminya dalam hal dirinya dan harta suaminya.” (HR Ibnu Majah)

“Siapapun wanita yang meninggal dan suaminya ridho kepadanya , maka dia akan masuk surga". (Ibnu Majah , Ath Tirmidzy , HR. Muttafaqun ‘Alaihi) 

Al-Hushain bin Mihshan menceritakan bahwa bibinya pernah datang ke tempat Nabi sholallohu 'alaihi wasallam karena satu keperluan. Seselesainya dari keperluan tersebut, Rosululloh sholallohu 'alaihi wasallam bertanya kepadanya: “Apakah engkau sudah bersuami?” Bibi Al-Hushain menjawab: “Sudah.” “Bagaimana (sikap) engkau terhadap suamimu?” tanya Rosululloh lagi. Ia menjawab: “Aku tidak pernah mengurangi haknya kecuali dalam perkara yang aku tidak mampu.” Rosululloh bersabda: “Lihatlah di mana keberadaanmu dalam pergaulanmu dengan suamimu, karena suamimu adalah surga dan nerakamu.” (HR. Ahmad 4/341 dan selainnya, lihat Ash-Shahihah no. 2612) 

Rosululloh sholallohu 'alaihi wasallam bersabda: “Seandainya aku boleh memerintahkan seseorang untuk sujud kepada orang lain niscaya aku perintahkan seorang istri untuk sujud kepada suaminya."

"Dan tidaklah seorang istri dapat menunaikan seluruh hak Alloh Subhanahu wa Ta’ala terhadapnya hingga ia menunaikan seluruh hak suaminya. Sampai-sampai jika suaminya meminta dirinya (mengajaknya jima’) sementara ia sedang berada di atas pelana (yang dipasang di atas unta) maka ia harus memberikannya (tidak boleh menolak).” (HR. Ahmad 4/381. Dishahihkan sanadnya olehAsy-Syaikh Al-Albani rahimahullahu dalam Irwa` Al-Ghalil no. 1998 dan Ash-Shahihah no. 3366) 

عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ - رضى الله عنه - قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - « إِذَا دَعَا الرَّجُلُ امْرَأَتَهُ إِلَى فِرَاشِهِ فَأَبَتْ ، فَبَاتَ غَضْبَانَ عَلَيْهَا ، لَعَنَتْهَا الْمَلاَئِكَةُ حَتَّى تُصْبِحَ »
“Jika seorang suami memanggil istrinya ke tempat tidurnya lalu si istri menolak untuk datang maka para malaikat akan melaknatnya sampai pagi.” (HR. Al-Bukhari no. 5194 dan Muslim no. 3524)

Dalam riwayat Muslim (no. 3525) disebutkan dengan lafadz: “Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, tidaklah seorang suami memanggil istrinya ke tempat tidurnya lalu si istri menolak ajakan suaminya melainkan yang di langit (penduduk langit) murka pada istri tersebut sampai suaminya ridha kepadanya.”

Di dalam kisah gerhana matahari yang mana Rosululloh sholallohu 'alaihi wasallam dan para shahabatnya melakukan shalat gerhana padanya dengan shalat yang panjang, beliau melihat Surga dan neraka. Ketika beliau melihat neraka beliau bersabda kepada para shahabatnya:
“ … Dan aku melihat NERAKA maka tidak pernah aku melihat pemandangan seperti ini sama sekali, aku melihat kebanyakan penduduknya adalah kaum WANITA.” Para shahabat pun bertanya: “Wahai Rosululloh, Mengapa (demikian)?” Beliau menjawab: “Karena kekufuran mereka.” Kemudian mereka bertanya lagi: “Apakah mereka kufur kepada Alloh?” Beliau menjawab: “Mereka kufur (durhaka) terhadap suami-suami mereka, kufur (ingkar) terhadap kebaikan-kebaikannya. Kalaulah engkau berbuat baik kepada salah seorang di antara mereka selama waktu yang panjang kemudian dia melihat sesuatu pada dirimu (yang tidak dia sukai) niscaya dia akan berkata: ‘Aku tidak pernah melihat sedikitpun kebaikan pada dirimu.” (HR. Bukhari dari Ibnu Abbas)

dikutip dari tulisan Samara Dakta (dengan sedikit perubahan tanpa mengurangi makna)
(nawizam)

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Blogger Templates