Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

Keris “Empu Iblis”



Oleh: Ustadz Anshari Taslim.

Waktu saya SMA dulu, seorang ustadz saya menceritakan bahwa beliau punya seorang guru yang merupakan ulama besar di daerah Mempawah Kalimantan Barat pada masa penjajahan Belanda. Dia mempunyai seorang anak laki-laki kesayangan bernama Abdul Malik.

Suatu ketika Abdul Malik kecil jatuh sakit. Berbagai upaya pengobatan mulai yang tradisional sampai yang paling modern pada zaman itu sudah diupayakan. Bahkan, berbagai doapun sudah dipanjatkan tapi sang anak tak jua kunjung sembuh.

Suatu hari ketika keputusasaan mulai menghantui datanglah seorang tua berjenggot kepadanya menyampaikan, ”Anak kamu itu sebenarnya bisa sembuh dengan syarat kamu harus merawat keris pusaka yang ada di atas parak (semacam plafon dari kayu khas rumah melayu atau bugis di Kalimantan). Dulu leluhur kamu selalu merawatnya dengan memandikannya setiap malam Jum’at, tapi kamu sekarang melupakannya, makanya dia marah dan anak kamu menanggung akibatnya.”

Mendengar itu sang ulama ini lalu mencari keris dimaksud dan ternyata benar, keris itu tersimpan rapi di dalam peti di atas parak rumahnya. Tanpa pikir panjang diambilnya keris tersebut dan dibawanya ke pinggir sungai Mempawah lalu dilemparkannya ke sungai. Kemudian keluarlah sebuah pernyataan tauhid mengejutkan yang membuat bala tentara Iblis lari tunggang langgang, ”Kalau memang tak ada jalan lain untuk menyembuhkan si Malik kecuali dengan merawat keris ini, maka BIARLAH SI MALIK ITU MATI SAJA!! Aku tak sudi menjadi musyrik karenanya, hasbiyallah wa ni’mal wakiil (cukuplah bagiku Allah saja dan Dia adalah sebaik-baik pelindung).”

Tak berapa lama si Malik kecil sembuh, bahkan sampai kisah itu diceritakan kepada saya beliau masih hidup dan terakhir menjabat di KANWIL DEPAG Kalimantan Selatan (kalau ngak salah).

* * * * *

Hikmah yang dapat dipetik dari cerita ini adalah terkadang memang ada penyakit yang disebabkan oleh gangguan jin. Biasanya menimpa anak kecil atau juga orang dewasa yang mana leluhut atau kerabat orang tersebut dulunya suka memelihara jin sebagai khadam. Atau mempunyai ilmu kesaktian dan berbagai jimat.

Bisa saja orangtua berjenggot yang menemui ayah Pak Malik tadi adalah jelmaan jin pula, sebagaimana jin pernah menjelma jadi manusia untuk mencuri barang zakat fitrah seperti dalam hadits riwayat Al-Bukhari dalam shahihnya dari Abu Hurairah. Tujuannya menguji iman hamba Allah yang bersangkutan, sehingga kalau imannya goyah dan menyerah pada kemauan jin setan maka tauhidnya rusak.

Sebaliknya, bila seorang muslim tidak goyah dan menyerahkan semuanya kepada Allah, insya Allah pertolongan Allah akan datang. Kekuatan tauhid yang mukhlis akan membuat Iblis dan bala tentaranya gentar, sehingga mundur dan tak berani lagi berhadapan.

Maka hindari penggunaan benda-benda keramat, jimat, amalan kesaktian dan sejenisnya, karena pasti di belakangnya ada jin jahat, meskipun yang mengamalkan tidak mengakui. Dan orangtua hendaknya selalu meningkatkan sikap tawakkal kepada Allah, serta memperbanyak dzikir dan beramal hanya yang sesuai dengan sunnah Rasulullah SAW. Dengan begitu, tauhid akan bersih dan berbagai gangguan dari makhluk Allah baik jin, manusia, binatang maupun bencana alam akan dapat diatasi dengan pertolongan-Nya.

Salah satu dzikir yang hendaknya dibacakan kepada anak terutama yang masih kecil baik dalam keadaannya sehat maupun sedang sakit adalah:

أَعُوذُ بِكَلِمَاتِ اللَّهِ التَّامَّةِ مِنْ كُلِّ شَيْطَانٍ وَهَامَّةٍ وَمِنْ كُلِّ عَيْنٍ لَامَّةٍ

”Aku berlindung dengan kalimat-kalimat Allah yang sempurna dari segala setan dan bahaya yang berbisa serta dari pandangan mata dengki yang tercela.” (HR. Abu Daud, At-Tirmidzi, Ahmad dan Ibnu Majah, ini adalah redaksi Ibnu Majah).

Saat membaca bisa dengan memandang si anak yang sedang tidur ataupun terjaga sambil memegang anggota tubunya, misalnya kepala, atau tangan atau badan.

Semoga bermanfaat bagi saya pribadi dan semua yang membaca. Amin.

Mengenang guruku Abdul Mu’in Ahmad (1921 – 1999) semoga Allah menerima amal ibadah beliau dan mengampuninya dan kita semua.

Bekasi, 24 April 2009.
(ans/nawizam)

The Power of Du'a, Dahsyatnya Kekuatan Do'a



Seorang istri menceritakan kisah suaminya pada tahun 1415 H, ia berkata : Suamiku adalah seorang pemuda yang gagah, semangat, rajin, tampan, berakhlak mulia, taat beragama, dan berbakti kepada kedua orang tuanya. Ia menikahiku pada tahun 1390 H. Aku tinggal bersamanya (di kota Riyadh) di rumah ayahnya sebagaimana tradisi keluarga-keluarga Arab Saudi. Aku takjub dan kagum dengan baktinya kepada kedua orang tuanya. Aku bersyukur dan memuji Allah yang telah menganugerahkan kepadaku suamiku ini. Kamipun dikaruniai seorang putri setelah setahun pernikahan kami. Lalu suamiku pindah kerjaan di daerah timur Arab Saudi. Sehingga ia berangkat kerja selama seminggu (di tempat kerjanya) dan pulang tinggal bersama kami seminggu. Hingga akhirnya setelah 3 tahun, dan putriku telah berusia 4 tahun… 

Pada suatu hari yaitu tanggal 9 Ramadhan tahun 1395 H tatkala ia dalam perjalanan dari kota kerjanya menuju rumah kami di Riyadh ia mengalami kecelakaan, mobilnya terbalik. Akibatnya ia dimasukkan ke Rumah Sakit, ia dalam keadaan koma. Setelah itu para dokter spesialis mengabarkan kepada kami bahwasanya ia mengalami kelumpuhan otak. 95 persen organ otaknya telah rusak. Kejadian ini sangatlah menyedihkan kami, terlebih lagi kedua orang tuanya lanjut usia. Dan semakin menambah kesedihanku adalah pertanyaan putri kami (Asmaa') tentang ayahnya yang sangat ia rindukan kedatangannya. Ayahnya telah berjanji membelikan mainan yang disenanginya… 

Kami senantiasa bergantian menjenguknya di Rumah Sakit, dan ia tetap dalam kondisinya, tidak ada perubahan sama sekali. Setelah lima tahun berlalu, sebagian orang menyarankan kepadaku agar aku cerai darinya melalui pengadilan, karena suamiku telah mati otaknya, dan tidak bisa diharapkan lagi kesembuhannya. Yang berfatwa demikian sebagian syaikh -aku tidak ingat lagi nama mereka- yaitu bolehnya aku cerai dari suamiku jika memang benar otaknya telah mati. Akan tetapi aku menolaknya, benar-benar aku menolak anjuran tersebut. Aku tidak akan cerai darinya selama ia masih ada di atas muka bumi ini. Ia dikuburkan sebagaimana mayat-mayat yang lain atau mereka membiarkannya tetap menjadi suamiku hingga Allah melakukan apa yang Allah kehendaki. 

Akupun memfokuskan konsentrasiku untuk mentarbiyah putri kecilku. Aku memasukannya ke sekolah tahfiz al-Quran hingga akhirnya iapun menghafal al-Qur'an padahal umurnya kurang dari 10 tahun. Dan aku telah mengabarkannya tentang kondisi ayahnya yang sesungguhnya. Putriku terkadang menangis tatkala mengingat ayahnya, dan terkadang hanya diam membisu. Putriku adalah seorang yang taat beragama, ia senantiasa sholat pada waktunya, ia sholat di penghujung malam padahal sejak umurnya belum 7 tahun. Aku memuji Allah yang telah memberi taufiq kepadaku dalam mentarbiyah putriku, demikian juga neneknya yang sangat sayang dan dekat dengannya, demikian juga kakeknya rahimahullah. Putriku pergi bersamaku untuk menjenguk ayahnya, ia meruqyah ayahnya, dan juga bersedekah untuk kesembuhan ayahnya. Pada suatu hari di tahun 1410 H, putriku berkata kepadaku : Ummi biarkanlah aku malam ini tidur bersama ayahku... 

Setelah keraguan menyelimutiku akhirnya akupun mengizinkannya. Putriku bercerita : Aku duduk di samping ayah, aku membaca surat Al-Baqoroh hingga selesai. Lalu rasa kantukpun menguasaiku, akupun tertidur. Aku mendapati seakan-akan ada ketenangan dalam hatiku, akupun bangun dari tidurku lalu aku berwudhu dan sholat –sesuai yang Allah tetapkan untukku-. Lalu sekali lagi akupun dikuasai oleh rasa kantuk, sedangkan aku masih di tempat sholatku. Seakan-akan ada seseorang yang berkata kepadaku, "Bangunlah…!!, bagaimana engkau tidur sementara Ar-Rohmaan (Allah) terjaga??, bagaimana engkau tidur sementara ini adalah waktu dikabulkannya doa, Allah tidak akan menolak doa seorang hamba di waktu ini??" Akupun bangun…seakan-akan aku mengingat sesuatu yang terlupakan…

lalu akupun mengangkat kedua tanganku (untuk berdoa), dan aku memandangi ayahku –sementara kedua mataku berlinang air mata-. Aku berkata dalam do'aku, "Yaa Robku, Yaa Hayyu (Yang Maha Hidup)…Yaa 'Adziim (Yang Maha Agung).., Yaa Jabbaar (Yang Maha Kuasa)…, Yaa Kabiir (Yang Maha Besar)…, Yaa Mut'aal (Yang Maha Tinggi)…, Yaa Rohmaan (Yang Maha Pengasih)…, Yaa Rohiim (Yang Maha Penyayang)…, ini adalah ayahku, seorang hamba dari hamba-hambaMu, ia telah ditimpa penderitaan dan kami telah bersabar, kami Memuji Engkau…, kami beriman dengan keputusan dan ketetapanMu baginya… Ya Allah…, sesungguhnya ia berada dibawah kehendakMu dan kasih sayangMu.., Wahai Engkau yang telah menyembuhkan nabi Ayyub dari penderitaannya, dan telah mengembalikan nabi Musa kepada ibunya…Yang telah menyelamatkan Nabi Yuunus dari perut ikan paus, Engkau Yang telah menjadikan api menjadi dingin dan keselamatan bagi Nabi Ibrahim…sembuhkanlah ayahku dari penderitaannya… Ya Allah…sesungguhnya mereka telah menyangka bahwasanya ia tidak mungkin lagi sembuh…Ya Allah milikMu-lah kekuasaan dan keagungan, sayangilah ayahku, angkatlah penderitaannya…" 

Lalu rasa kantukpun menguasaiku, hingga akupun tertidur sebelum subuh. Tiba-tiba ada suara lirih menyeru.., "Siapa engkau?, apa yang kau lakukan di sini?". Akupun bangun karena suara tersebut, lalu aku menengok ke kanan dan ke kiri, namun aku tidak melihat seorangpun. Lalu aku kembali lagi melihat ke kanan dan ke kiri…, ternyata yang bersuara tersebut adalah ayahku… Maka akupun tak kuasa menahan diriku, lalu akupun bangun dan memeluknya karena gembira dan bahagia…, sementara ayahku berusaha menjauhkan aku darinya dan beristighfar. Ia barkata, "Ittaqillah…(Takutlah engkau kepada Allah….), engkau tidak halal bagiku…!". Maka aku berkata kepadanya, "Aku ini putrimu Asmaa'". Maka ayahkupun terdiam. Lalu akupun keluar untuk segera mengabarkan para dokter. Merekapun segera datang, tatkala mereka melihat apa yang terjadi merekapun keheranan. Salah seorang dokter Amerika berkata –dengan bahasa Arab yang tidak fasih- : "Subhaanallahu…". Dokter yang lain dari Mesir berkata, "Maha suci Allah Yang telah menghidupkan kembali tulang belulang yang telah kering…". Sementara ayahku tidak mengetahui apa yang telah terjadi, hingga akhirnya kami mengabarkan kepadanya. 

Iapun menangis…dan berkata,
اللهُ خُيْرًا حًافِظًا وَهُوَ يَتَوَلَّى الصَّالِحِيْنَ
Sungguh Allah adalah Penjaga Yang terbaik, dan Dialah yang Melindungi orang-orang sholeh…, demi Allah tidak ada yang kuingat sebelum kecelakaan kecuali sebelum terjadinya kecelakaan aku berniat untuk berhenti melaksanakan sholat dhuha, aku tidak tahu apakah aku jadi mengerjakan sholat duha atau tidak..?? Sang istri berkata : Maka suamiku Abu Asmaa' akhirnya kembali lagi bagi kami sebagaimana biasanya yang aku mengenalinya, sementara usianya hampir 46 tahun. Lalu setelah itu kamipun dianugerahi seorang putra, Alhamdulillah sekarang umurnya sudah mulai masuk tahun kedua. 

Maha suci Allah Yang telah mengembalikan suamiku setelah 15 tahun…, Yang telah menjaga putrinya…, Yang telah memberi taufiq kepadaku dan menganugerahkan keikhlasan bagiku hingga bisa menjadi istri yang baik bagi suamiku…meskipun ia dalam keadaan koma… Maka janganlah sekali-kali kalian meninggalkan do'a…, sesungguhnya tidak ada yang menolak qodoo' kecuali do'a…barang siapa yang menjaga syari'at Allah maka Allah akan menjaganya. Jangan lupa juga untuk berbakti kepada kedua orang tua… dan hendaknya kita ingat bahwasanya di tangan Allah lah pengaturan segala sesuatu…di tanganNya lah segala taqdir, tidak ada seorangpun selainNya yang ikut mengatur… Ini adalah kisahku sebagai 'ibroh (pelajaran), semoga Allah menjadikan kisah ini bermanfaat bagi orang-orang yang merasa bahwa seluruh jalan telah tertutup, dan penderitaan telah menyelimutinya, sebab-sebab dan pintu-pintu keselamatan telah tertutup… Maka ketuklah pintu langit dengan do'a, dan yakinlah dengan pengabulan Allah…. Demikianlah….Alhamdulillahi Robbil 'Aaalamiin.

(abuLuqman/Nawizam)

Keteguhan Hati Seorang Sa'ad bin Abu Waqash (radhiyallahu 'anhu)



Salah satu shahabat Nabi yang mulia—Sa’ad bin bin Abu Waqash—adalah seorang anak yang sangat berbakti kepada ibunya. Di usianya yang masih muda belia ia sudah menyambut seruan Rosululloh untuk masuk Islam pada awal kedatangan Islam di bumi Makkah al Mukaromah. Namun apa yang terjadi? Ibunya sangat marah manakala mengetahui putra tercintanya meninggalkan agama nenek moyang mereka dan memeluk Islam.

Ibunya berkata, “Wahai Sa’ad, agama apa yang kamu anut itu sehingga ia memalingkanmu dari agama ibu bapakmu? Demi Allah kamu harus meninggalkan agama barumu itu atau aku tidak akan makan dan minum sampai aku mati dan hatimu teriris-iris karena kesedihanmu kepadaku, penyesalan akan mencengkerammu atas perbuatan yang kamu lakukan dan orang banyak pun akan mencelamu selama hidupmu!”

Sa’ad menjawab, “Ibu, jangan lakukan itu karena aku tidak akan meninggalkan agamaku (Islam) dengan alasan apapun.”

Ibunya benar-benar membuktikan ancamannya, dia tidak makan dan tidak minum selama berhari-hari sehingga badannya menjadi kurus, tulangnya melemah, dan kekuatannya lumpuh. Hari berganti hari namun bujukan anaknya tidak juga membuatnya mau untuk makan dan minum seperti sedia kala.

Pada suatu ketika Sa’ad berkata kepada ibunya, sebuah perkataan yang sangat baik dan menyebabkan salah satu firman Allah turun kepada Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam.

Sa’ad berkata, “Ibu, sekalipun aku sangat mencintaimu namun aku tetap lebih mencintai Allah dan Rasul Nya. Demi Allah, seandainya engkau mempunyai seribu nyawa lalu ia keluar dari jasadmu satu persatu, aku tetap tidak akan pernah meninggalkan agamaku (Islam) dengan alasan apapun.”

Melihat keteguhan hati sang buah hatinya itu maka hati sang Ibu pun luluh dan menyerah. Dia mulai makan dan minum sekalipun dengan terpaksa. Disaat itulah Allah menurunkan firmanNya,

وَإِنْ جَا هَدَكَ عَلَى أَنْ تُشْرِكَ بِي مَالَيسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ فَلاَ تُطِعْهُمَا وَصَاحِبهُممَافِي الدُّنيَامَعرُوفًا

dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, Maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik ....” (QS Luqman : 15).

===========================================
dikutip dari Shuwaru min Hayatish Shahabah (Dr. Abdurrahman Ra’fat Basya)
(nawizam)

Untukmu para (calon) Istri dan (calon) Suami


Tulisan ini kuperuntukkan kepada para isteri dan calon isteri, serta para suami dan calon suami. Semoga setelah membacanya akan mendapatkan HIKMAH, sehingga memahami makna yang mendasar arti sebuah pernikahan sehingga cita-cita membentuk keluarga yang sakinah-mawaddah- warahmah dunia-akhirat akan tercapai.
Pernikahan adalah proses Ijab-Qobul antara ayah calon isteri atau walinya kepada calon suami dengan mas kawin (mahar) yang telah ditentukan dengan disaksikan oleh para saksi. Dalam Al-Quran perjanjian ijab–qobul tersebut seperti perjanjian Alloh ta’ala dengan Rosul-Nya yang disebut Mitsaqon Gholizho (Perjanjian yang berat) dan ‘arsy Alloh bergetar karenanya. 

Setelah proses Ijab-Qobul tersebut, beralihlah tanggung jawab orang tua kepada suami. Pemenuhan kebutuhan lahir-batin, pembinaan dan perlindungan beralih kepada suami. Dengan kata lain suami Anda adalah wakil orang tua Anda. Sehingga ketaatan Anda kepada suami (dalam hal tidak bermaksiat kepada Alloh) adalah seperti ketaatan kepada orang tua Anda. Dan kedurhakaan Anda kepada suami (dalam hal tidak bermaksiat) adalah seperti kedurhakaan kepada orang tua Anda. Dan ridlo Alloh sudah tergantung kepada ridlo suami Anda, Alloh subhanahu wata'ala berfirman:
الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ بِمَا فَضَّلَ اللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَى بَعْضٍ وَبِمَا أَنْفَقُوا مِنْ أَمْوَالِهِمْ فَالصَّالِحَاتُ قَانِتَاتٌ حَافِظَاتٌ لِلْغَيْبِ بِمَا حَفِظَ اللَّهُ وَاللَّاتِي تَخَافُونَ نُشُوزَهُنَّ فَعِظُوهُنَّ وَاهْجُرُوهُنَّ فِي الْمَضَاجِعِ وَاضْرِبُوهُنَّ فَإِنْ أَطَعْنَكُمْ فَلَا تَبْغُوا عَلَيْهِنَّ سَبِيلًا إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلِيًّا كَبِيرًا

"Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Alloh telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang ta`at kepada Alloh lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Alloh telah memelihara (mereka). Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka menta`atimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Alloh Maha Tinggi lagi Maha Besar." (Qs. An Nisaa’ : 34)

Hadits-hadits yang berkaitan dengan ini adalah sebagai berikut :
Ibnu Jarir dan al-Baihaqi meriwayatkan hadits dari Abu Hurairah yang menyatakan bahwa Nabi sholallohu 'alaihi wasallam bersabda:
“Sebaik-baik wanita adalah yang menawan hati-mu bila engkau pandang, taat manakala engkau perintah, dan menjaga hartamu serta memelihara kehormatan diri-nya ketika engkau tidak ada di rumah.” Kemudian Rosululloh sholallohu 'alaihi wasallam. membaca ayat tersebut di atas (Qs. An Nisaa’ : 34).

Dari Abu Umamah, dari Nabi sholallohu 'alaihi wasallam bersabda: “Tidak ada yang paling bermanfaat bagi se-orang (lelaki) Mukmin sesudah bertaqwa kepada Alloh daripada memiliki isteri yang shalihah, yaitu jika ia diperintah ia taat, jika ia dipandang menyenangkan hati, dan jika ia digilir ia tetap ber-buat baik, dan jika ia ditinggalkan (suaminya) ia tetap menjaga suaminya dalam hal dirinya dan harta suaminya.” (HR Ibnu Majah)

“Siapapun wanita yang meninggal dan suaminya ridho kepadanya , maka dia akan masuk surga". (Ibnu Majah , Ath Tirmidzy , HR. Muttafaqun ‘Alaihi) 

Al-Hushain bin Mihshan menceritakan bahwa bibinya pernah datang ke tempat Nabi sholallohu 'alaihi wasallam karena satu keperluan. Seselesainya dari keperluan tersebut, Rosululloh sholallohu 'alaihi wasallam bertanya kepadanya: “Apakah engkau sudah bersuami?” Bibi Al-Hushain menjawab: “Sudah.” “Bagaimana (sikap) engkau terhadap suamimu?” tanya Rosululloh lagi. Ia menjawab: “Aku tidak pernah mengurangi haknya kecuali dalam perkara yang aku tidak mampu.” Rosululloh bersabda: “Lihatlah di mana keberadaanmu dalam pergaulanmu dengan suamimu, karena suamimu adalah surga dan nerakamu.” (HR. Ahmad 4/341 dan selainnya, lihat Ash-Shahihah no. 2612) 

Rosululloh sholallohu 'alaihi wasallam bersabda: “Seandainya aku boleh memerintahkan seseorang untuk sujud kepada orang lain niscaya aku perintahkan seorang istri untuk sujud kepada suaminya."

"Dan tidaklah seorang istri dapat menunaikan seluruh hak Alloh Subhanahu wa Ta’ala terhadapnya hingga ia menunaikan seluruh hak suaminya. Sampai-sampai jika suaminya meminta dirinya (mengajaknya jima’) sementara ia sedang berada di atas pelana (yang dipasang di atas unta) maka ia harus memberikannya (tidak boleh menolak).” (HR. Ahmad 4/381. Dishahihkan sanadnya olehAsy-Syaikh Al-Albani rahimahullahu dalam Irwa` Al-Ghalil no. 1998 dan Ash-Shahihah no. 3366) 

عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ - رضى الله عنه - قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - « إِذَا دَعَا الرَّجُلُ امْرَأَتَهُ إِلَى فِرَاشِهِ فَأَبَتْ ، فَبَاتَ غَضْبَانَ عَلَيْهَا ، لَعَنَتْهَا الْمَلاَئِكَةُ حَتَّى تُصْبِحَ »
“Jika seorang suami memanggil istrinya ke tempat tidurnya lalu si istri menolak untuk datang maka para malaikat akan melaknatnya sampai pagi.” (HR. Al-Bukhari no. 5194 dan Muslim no. 3524)

Dalam riwayat Muslim (no. 3525) disebutkan dengan lafadz: “Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, tidaklah seorang suami memanggil istrinya ke tempat tidurnya lalu si istri menolak ajakan suaminya melainkan yang di langit (penduduk langit) murka pada istri tersebut sampai suaminya ridha kepadanya.”

Di dalam kisah gerhana matahari yang mana Rosululloh sholallohu 'alaihi wasallam dan para shahabatnya melakukan shalat gerhana padanya dengan shalat yang panjang, beliau melihat Surga dan neraka. Ketika beliau melihat neraka beliau bersabda kepada para shahabatnya:
“ … Dan aku melihat NERAKA maka tidak pernah aku melihat pemandangan seperti ini sama sekali, aku melihat kebanyakan penduduknya adalah kaum WANITA.” Para shahabat pun bertanya: “Wahai Rosululloh, Mengapa (demikian)?” Beliau menjawab: “Karena kekufuran mereka.” Kemudian mereka bertanya lagi: “Apakah mereka kufur kepada Alloh?” Beliau menjawab: “Mereka kufur (durhaka) terhadap suami-suami mereka, kufur (ingkar) terhadap kebaikan-kebaikannya. Kalaulah engkau berbuat baik kepada salah seorang di antara mereka selama waktu yang panjang kemudian dia melihat sesuatu pada dirimu (yang tidak dia sukai) niscaya dia akan berkata: ‘Aku tidak pernah melihat sedikitpun kebaikan pada dirimu.” (HR. Bukhari dari Ibnu Abbas)

dikutip dari tulisan Samara Dakta (dengan sedikit perubahan tanpa mengurangi makna)
(nawizam)

APA YANG SALAH DENGAN ANAK KEMARIN SORE?




Tadi malam saya sempat menyaksikan diskusi (baca: debat) di salah satu TV lokal Semarang, narasumbernya dari berbagai ormas Islam yang cukup familiar di negeri ini. Sayang sekali diskusi (debat) yang harusnya mencari solusi tersebut malah lebih cenderung menghakimi salah satu ormas "baru" yang dianggap "membahayakan" persatuan dan kesatuan kaum muslimin di Indonesia. Ada satu momen yang perlu saya garis bawahi, dan masih sangat jelas dalam ingatan saya saat dimana salah satu tokoh ormas—yang meng-klaim sebagai "omas besar" dan memiliki pengikut yang banyak—mengatakan kepada kubu yang lain dengan perkataan yang sungguh tidak pantas diucapkan oleh seorang panutan umat. Dia,tokoh ormas tersebut,berkata kepada ormas “baru” itu “mereka ini anak kemarin sore dan belum lama ngaji, tahu apa mereka?”

tidak hanya itu, dia juga berulang kali memotong pembicaraan pihak lain yang sedang berusaha mengklarifikasi pertanyaan-pertanyaan dari pembawa acara dengan kalimat-kalimat yang semakin menunjukkan kalau dia berbicara atas dasar nafsu semata. Sungguh sangat tidak layak dan sangat jauh dari akhlak para ulama-ulama generasi terbaik umat ini yaitu generasi para shahabat dan tabi’in dimana mereka—para shahabat dan tabi’in—lebih mengedepankan sifat lemah lembut dan menghargai pendapat orang lain sekalipun usianya jauh lebih muda darinya.

Masih ingatkah kita kisah amirul mukminin Umar bin Abdul Aziz dengan putranya (Abdul Malik)? Ketika itu beliau (Umar bin Abdul Aziz) dalam keadaan luar biasa lelah setelah seharian berurusan dengan urusan kaum muslimin. Sesampainya di rumah beliau hendak qailulah (tidur sejenak menjelang dzuhur) untuk mengurangi sedikit rasa lelahnya. Namun seketika itu juga datanglah Abdul Malik dan berkata, “Apakah ayah hendak tidur sebelum mengembalikan hak orang-orang yang dizalimi?” Amirul mukminin menjawab, “Wahai anakku, aku telah begadang semalaman untuk mengurus pemakaman pamanmu Sulaiman, nanti jika tiba waktu dhuhur aku akan shalat bersama manusia dan akan aku kembalikan hak orang-orang yang dizalimi kepada pemiliknya, insya Alloh.” kemudian Abdul Malik berkata lagi, “Siapa yang menjamin bahwa Anda masih hidup hingga datang waktu dhuhur wahai amirul mukminin?”. Seketika itu juga Umar bin Abdul Aziz terhenyak dan hilanglah semua rasa kantuk yang ada pada diri beliau, kembaililah semua kekuatan dan tekad pada jasadnya yang telah lelah, beliau berkata “Mendekatlah engkau Nak, segala puji bagi Alloh yang telah mengeluarkan dari tulang sulbiku seorang anak yang dapat membantu melaksanakan agamaku.”

Sungguh betapa luar biasanya akhlak seorang ayah sekaligus seorang pemimpin umat yang mau mendengarkan dan melaksanakan nasihat “anak kemarin sore” yang tidak lain adalah putranya sendiri, Abdul Malik. Hal itu membuktikan bahwa beliau (Umar bin Abdul Aziz) adalah pribadi yang jujur terhadap kebenaran dan membuang jauh-jauh sifat sombong yang senantiasa menolak kebenaran karena alasan ini dan itu. Shahabat ‘Aliy bin Abi Thaalib radliyallaahu ‘anhu pernah berkata :
إِنَّ اْلحَقَّ لاَ يُعْرَفُ بِالرِّجَالِ, اِعْرِفِ اْلحَقَّ تَعْرِفْ أَهْلَهُ
“Sesungguhnya kebenaran itu tidak dikenali melalui orang-orang, namun kenalilah kebenaran, niscaya engkau akan mengenali orang-orangnya”.

Jadi, apa yang salah dengan “anak kemarin sore” jika yang mereka katakan dan suarakan adalah kebenaran, tentunya kebenaran yang bersumber dari Al Quran dan Sunnah yang shahih.

wallohu a’lam bisshowab.
(nawizam/muslimisme)

Syuraih Al Qadhi: Berkeluh kesahlah kepada Alloh!


Syuraih al Qadhi merupakan salah satu bagian dari generasi thabi’in yang hidup di zaman khalifah Umar bin Khattab radhiallohu 'anhu. Beliau dilahirkan di Yaman kota Al Kindi, hidup lama dalam masa jahiliyah dan ketika cahaya hidayah dating di jazirah Arab dan memancarkan sinarnya hingga ke Yaman maka beliau termasuk orang pertama yang beriman kepada Alloh dan Rosul-Nya.

Nama aslinya ialah Syuraih bin Al Harits al Kindi, mendapat gelar Al Qadhi setelah diangkat menjadi Qadhi (hakim) oleh amirul mukminin Umar bin Khattab radhiallohu 'anhu. Syuraih al Qadhi adalah seorang yang jujur  dan mampu mewujudkan nasihat yang baik bagi Alloh, Rosul, dan kitab-Nya . Tidak hanya itu, beliau juga mampu mewujudkan nasihat bagi kaum muslimin secara umum maupun secara khusus (pemimpin mereka).

"sesungguhnya barangsiapa yang mengeluh kepada selain Alloh berarti dia mengeluhkannya kepada teman atau kepada musuh. Jika mengeluh kepada teman berarti kamu telah membuat temanmu bertambah sedih… dan jika engkau keluhkan terhadap musuh (orang yang membencimu) niscaya dia akan meledekmu”

Salah seorang shahabat beliau bercerita: “Suatu kali, Syuraih mendengar keluhanku kepada seorang teman. Kemudian beliau mengajakku ke suatu tempat lalu berkata: ‘Wahai putra Saudaraku.. janganlah engkau mengeluh kepada selain Alloh.. karena sesungguhnya barangsiapa yang mengeluh kepada selain Alloh berarti dia mengeluhkannya kepada teman atau kepada musuh. Jika mengeluh kepada teman berarti kamu telah membuat temanmu bertambah sedih… dan jika engkau keluhkan terhadap musuh (orang yang membencimu) niscaya dia akan meledekmu”. Kemudian beliau berkata: “Lihatlah sebelah mataku ini, demi Alloh aku tidak bisa melihat orang ataupun jalanan dengannya selama lebih dri 15 tahun tapi aku tidak pernah memberitahukannya kepada siapapun kecuali engkau sekarang ini”. “Tidakkah Engkau mendengar ucapan hamba Alloh yang shalih:

“Aku hanya mengeluhkan segala kesedihan dan keresahanku kepada Alloh.” (QS Yusuf:86)

Maka jadikanlah Alloh sebagai tempat pengaduanmu dan mencurahkan keresahanmu setiap 
kali musibah menimpa dirimu, sebab Dia Maha Pemurah dan sangat dekat.”
_________________________________________________________________________
dinukil dari buku Shuwaru min Hayati at-Thabi'in (mereka adalah para Thabi'in) karya Dr. Abdurrahmah Ra'fat Basya pustaka At Tibyan Solo.

(nawizam/muslimisme)

FREE!! Ebook Al Bidayah wan Nihayah (Ibnu Katsiir)


Assalamu'alaikum...

segala puji bagi Alloh semata, tiada ilah yang berhak disembah dengan benar selain Nya. Shalawat dan salam semoga tercurah atas penutup para Rasul dan Nabi, Muhammad sholallohu 'alaihi wasallam, atas keluarga dan para shahabat serta orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik sampai hari akhir kelak.

Berikut ada sebuah karya fenomenal dari Al Hafizh Abul Fida' Ibnu Katsir yang telah direvisi, ditahqiq, dan disusun kembali oleh Dr. Muhammad bin Shamil as-Sulami berisi tentang riwayat sejarah khulafaur rasyidin. Semua peristiwa direkam secara apik oleh al-Hafizh Ibnu Katsiir dalam buku ini. Beliau menyusunnya berdasarkan kronologi waktu dan peristiwa, buku ini disusun berdasarkan referensi dari sumber-sumber sejarah yang yang dapat dipercaya yang berasal dari riwayat-riwayat shahih.

Beliau selalu menyandarkan kepada Al Quran dan riwayat-riwayat hadits yang marfu' ataupun mauquf, baik hadits tersebut shahih maupun hasan. Di dalam buku ini selalu disebutkan hadits-hadits atau atsar lengkap dengan sanadnya agar para pembaca dapat mengetahui kedudukan sanad tersebut sehingga akan lebih mudah untuk mengkritisinya.

Buku (kitab) tersebut adalah AL BIDAYAH WAN NIHAYAH, alhamdulillah sudah ada dalam bentuk Ebooknya. Nah, tanpa perlu panjang lebar lagi silakan unduh secara gratis Ebook fenomenal tersebut disini. (43.2 MB)

courtesy of kampungsunnah.co.nr | penerbit DARUL HAQ Jakarta

(nawizam/muslimisme)

FREE!! Ebook Sifat Shalat Nabi


Shalat adalah tiang agama, apabila shalat kita baik maka akan baik pula agama yang ada pada diri seorang muslim dan sebaliknya jika sholatnya buruk maka bisa dipastikan agamanya akan buruk pula. Rosululloh bersabda:

صَلُّوْا كَمَا رَأَيْتُمُوْنِيْ أُصَلِّيْ

 "Shalatlah kalian sebagaimana kalian melihatku shalat." (HR Al Bukhari dari Malik bin al Huwairits)

 Dan Nabi mengabarkan bahwa shalat adalah penghibur diri dan penenang jiwanya, maka hendaknya seorang muslim menjaga shalatnya sebagaimana yang telah didiajarkan, hingga menjadi cahaya baginya dan keselamatan pada hari kiamat dengan izin Allah. Untuk menambah wawasan dan referensi mengenai sifat shalat nabi, berikut ini ada ebook tentang sifat shalat nabi karya Syaikh ibnu Jibrin-rahimahullah-. semoga bermanfaat.

 unduh sifat shalat nabi.

Aku lepaskan bikini untuk Niqab, akhirnya aku bebas!


Seorang wanita Barat, artis, aktivis feminis liberal, model, yang hidup layaknya seperti para wanita Barat dalam gaya hidup dan cara berpakaian seperti menggunakan bikini, kemudian masuk Islam setelah menyadari bahwa Islam sangat menjaga harga diri dan hak-hak perempuan, dan ia kemudian memakai Niqab yang ia yakini sebagai simbol kebebasan wanita, ia menulis kisahnya sebagai berikut:
Aku seorang wanita Amerika yang lahir di tengah jantung Amerika. Aku tumbuh seperti gadis lainnya (seperti biasanya wanita Barat –red), terpaku dengan hidup glamor di kota besar. Akhirnya aku pindah ke Flourida dan kemudian ke Pantai selatan Miami, pusatnya bagi yang mencari kehidupan glamor. Tentu saja aku melakukan apa yang rata-rata para wanita Barat lakukan.
Aku fokus pada penampilanku dan mendasarkan diriku “berharga” pada berapa banyak perhatian yang aku dapat dari orang lain. Saya bekerja diluar batas keagamaan dan menjadi personal trainer, memperoleh sebuah rumah tepi pantai kelas atas, menjadi seorang “penunjuk” pantai-bioskop dan dapat mrncapai gaya hidup (ala Barat –red).
Bertahun-tahun berlalu, hanya untuk menyadari bahwa skala ku dalam pemenuhan diri dan kebahagiaaan meluncur turun, semakin aku berkembang di tampilan “feminim” ku. Aku adalah budak fashion, aku adalah seorang sandera dalam penampilanku.
Karena kesenjangan berlanjut semakin melebar antara pemenuhan diri dan gaya hidup, aku mencari pertolongan untuk terlepas dari alkohol dan pesta ke meditasi, aktivisme, dan alternative agama. Akhirnya aku menyadari bahwa semua itu (alkohol dan gaya hidup hedonis –red) hanyalah pembunuh untuk “rasa sakit” bukan obat yang efektif.
Pada saat itu adalah 11 September 2001. Dimana aku menyaksikan serangan berikutnya adalah terhadap Islam, nilai-nilai dan budaya-budaya Islam, dan deklarasi paling terkenal “perang salib baru”, aku mulai melihat sesuatu yang disebut Islam. Hingga pada saat itu, semua aku kaitkan dengan Islam, para wanita yang “terkurung dalam tenda”, para pemukul Istri (kekerasan suami), dan dunia “terorisme”.
Sebagai seorang feminis liberal, dan seorang aktivis yang mengejar dunia yang lebih baik, jalanku bertemu dengan para aktivis lainnya yang telah lama mempimpin “reformasi penyebab diskriminasi dan keadilan untuk semua (kelompok feminis)”.
Suatu hari, aku menemukan sebuah buku yang stereotip negatif di Barat -Kitab suci Al Qur’an- . Awalnya aku tertarik dengan gaya dan pendekatan Al Qur’an, dan kemudian tertarik oleh prospek pada ekistensi, kehidupan, penciptaan, dan hubungan antara Sang Pencipta dan ciptaan-Nya. Aku menemukan Al Qur’an menjadi alamat wawasan untuk hati dan jiwa tanpa perlu seorang penerjemah atau pendeta. Akhirnya aku menyentuh momentum kebenaran: penemuan baruku, pemenuhan diri, aktivisme tidak ada apa-apanya dari menghargai sebuah keimanan yang dinamai Islam, dimana aku dapat hidup di dalam damai sebagai muslim yang fungsional.
Aku membeli sebuah gaun panjang yang indah (abaya) dan penutup kepala (kerdung) menyerupai kode/simbol berpakaian muslimah dan aku berjalan menyusuri jalan dan lingkungan yang sama dimana beberapa hari sebelumnya aku berjalan dengan celana pendek, bikini, atau pakaian bisnis “elegan” Barat. Meskipun orang-orang, wajah-wajah, dan semua toko sama, hal itu sangat berbeda, aku tidak merasa sedamai menjadi seorang wanita yang saya alami untuk pertama kalinya itu. Aku merasa seolah-olah rantai telah rusak dan akhirnya aku bebas. Aku sangat senang dengan penampilan baruku, heran dengan wajah orang-orang (memandang) seperti pemburu melihat mangsanya. Tiba-tiba beban berat dipundakku terangkat. Aku tidak lagi menghabiskan waktuku untuk berbelanja, mengurus rambutku, dan bekerja. Akhirnya, aku bebas!.
Dari semua tempat, saya menemukan Islam saya di jantung apa yang disebut “tempat paling keji di bumi”.
Disaat puas dengan Jilbab, aku menjadi penasaran tentang Niqab, melihat meningkatknya jumlah muslimah memakainya. Aku bertanya kepada suamiku yang Islam-yang aku nikahi setelah aku berpindah ke Islam-apakah aku harus memakai Niqab atau hanya memakai Jilbab yang telah aku pakai. Suamiku hanya menasehatiku bahwa dia meyakini Jilbab adalah wajib sementara Niqab tidak.
Pada saat itu, Jilbabku menutupi semua rambut kecuali wajahku, dan gaun hitam panjang yang dikenal “Abaya” yang menutupi seluruh badanku dari leher hingga kaki.
Setahun setengah berlalu, dan aku mengatakan kepada suamiku, aku ingin memakai Niqab. Alasanku, saat ini adalah aku merasa itu akan membuat Allah Sang Pencipta lebih ridho, meningkatkan perasaan damai karena menjadi lebih sederhana. Dia mendukung keputusanku dan mengajakku untuk membeli “Isdaal”, sebuah gaun hitam panjang yang menutupi tubuh dari kepala hingga kaki, dan Niqab, yang menutupi seluruh kepalaku dan wajahku kecuali mataku.
Tak lama kemudian, berita pelanggaran tentang politisi, pendeta Vatikan, para liberal, dan yang menyebut diri para aktivis “hak asasi manusia” dan “kebebasan” mengutuk Jilbab dan Niqab sebagai tekanan bagi perempuan, hambatan bagi integrasi sosial, dan baru-baru ini, seorang pejabat Mesir mengatakan itu “adalah tanda keterbelakangan”.
Aku merasa ini adalah sebuah kemunafikan terang-terangan ketika pemerintah Barat dan yang menyebut diri kelompok “hak asasi manusia” tergesa-gesa membela “hak-hak wanita” ketika beberapa pemerintahan memberlakukan kode pakaian tertentu terhadap wanita, seperti “para pejuang kebebasan” melihat ke arah lain ketika para wanita dirampas hak-hak mereka, (seperti) pekerjaan dan pendidikan hanya karena mereka memilih hak mereka untuk mengenakan Niqab atau Jilbab. Saat ini, para wanita berjilbab atau yang mengenakan Niqab meningkat dilarang dari pekerjaan dan pendidikan tidak hanya dibawah rezim totaliter seperti Tunisia, Maroko, Mesir, tetapi juga “demokrasi” Barat seperti Prancis, Belanda, dan Inggris.
Hari ini, aku masih seorang “feminis”, tetapi seorang “feminis muslim” yang menyeru para muslimah untuk memikul tanggungjawab mereka dalam memberikan semua dukungan yang mereka bisa untuk suami mereka untuk menjadi seorang muslim yang baik. Untuk membesarkan anak-anak mereka sebagai muslim yang lurus sehingga semoga mereka menjadi cahaya untuk semua ummat manusia, untuk memerintahkan kebaikan dan melarang keburukan (dakwah). Untuk berbicara kebenaran dan untuk berbicara melawan semua penyakit, untuk memperjuangkan hak-hak kami (muslimah) untuk memakai Niqab atau Jilbab dan untuk mencari ridho Allah Sang Pecipta kita dengan cara apapun yang kita pilih. Tetapi sama pentingnya membawa pengalaman kita dengan Niqab atau Jilbab untuk sesama perempuan yang mungkin tidak pernah memiliki kesempatan untuk memahami bagaimana memakai Niqab atau Jilbab berarti untuk kita dan mengapa kita begitu mahal, dan mendukungnya.
Setuju atau tidak, para wanita (saat ini) dibombardir dengan (propaganda -red) gaya “pakaian ‘sedikit’ tidak apa-apa” hampir di setiap sarana komunikasi di dunia. Sebagai mantan non-Muslim, aku bersikeras untuk hak-hak perempuan untuk sama-sama mengetahui tentang hijab, ini adalah kebajikan, dan kedamaian dan kebahagiaan, membawa kehidupan seorang perempuan seperti yang terjadi denganku. Kemarin, bikini adalah simbol dari “kebebasan” ku, ketika pada kenyataannya itu hanya membebaskan ku dari spiritualitas dan nilai-nilai kebenaran sebagai manusia yang terhormat.
Aku tidak dapat hidup lebih bahagia untuk melepaskan bikini ku di pantai Selatan dan gaya hidup glamor Barat untuk hidup di dalam kedamaian dengan Pencipta ku dan menikmati hidup diantara sesame manusia sebagai seorang yang berharga. Ini mengapa aku memilih Niqab, dan mengapa aku akan mati-matian membela hak asasi ku untuk memakainya. Hari ini, Niqab adalah simbol baru untuk kebebasan wanita!.
Untuk para wanita yang menyerah kepada stereotip buruk melawan kesopanan Islam, Hijab, aku katakan: kalian tidak tahu apa yang kalian telah kehilangan!.
Sara Bokker
Sara Bokker adalah mantan artis/model/instruktur fitness dan aktivis feminis yang telah masuk Islam. Saat ini, Sara adalah direktur Komunikasi pada “The March For Justice”, assisten pendiri “The Global Sisters Network” dan produser terkenal “The Global Sisters Network”.
copas dari arrahmah.com 

TITIPKAN HARTAMU KEPADA ALLAH, IA PASTI AKAN MENJAGANYA


Oleh: Ustadz Fuad Al Hazimi

Dari Abdullah bin Umar radhiyallohu 'anhu, beliau berkata :

Rasulullah shollallohu 'alaihi wasallam bersabda :

إِنَّ لُقْمَانَ الْحَكِيمَ كَانَ يَقُولُ إِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ إِذَا اسْتُودِعَ شَيْئاً حَفِظَهُ

Luqman Al Hakim pernah berkata : "Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla jika kita menitipkan sesuatu kepada Nya, Ia pasti Menjaganya"

(HR. Ahmad dinyatakan shahih oleh Syaikh Syu'aib Al Arnauth)

Allah Azza wa Jalla Berfirman :

إِنْ تُقْرِضُوا اللَّهَ قَرْضًا حَسَنًا يُضَاعِفْهُ لَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ وَاللَّهُ شَكُورٌ حَلِيمٌ 

"Jika kamu meminjamkan kepada Allah pinjaman yang baik, niscaya Allah melipat gandakan balasannya kepadamu dan mengampuni kamu. dan Allah Maha pembalas Jasa lagi Maha Penyantun". (QS At Taghabun 17)

وَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ وَآَتُوا الزَّكَاةَ وَأَقْرِضُوا اللَّهَ قَرْضًا حَسَنًا وَمَا تُقَدِّمُوا لِأَنْفُسِكُمْ مِنْ خَيْرٍ تَجِدُوهُ عِنْدَ اللَّهِ هُوَ خَيْرًا وَأَعْظَمَ أَجْرًا وَاسْتَغْفِرُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ

"Dan tegakkanlah sholat, tunaikanlah zakat dan berikanlah pinjaman kepada Allah pinjaman yang baik. Dan kebaikan apa saja yang kamu perbuat untuk dirimu niscaya kamu memperoleh (balasan)nya di sisi Allah sebagai Balasan yang paling baik dan yang paling besar pahalanya. dan mohonlah ampunan kepada Allah; Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang".

(QS Al Muzzammil 20)

مَنْ ذَا الَّذِي يُقْرِضُ اللَّهَ قَرْضًا حَسَنًا فَيُضَاعِفَهُ لَهُ أَضْعَافًا كَثِيرَةً وَاللَّهُ يَقْبِضُ وَيَبْسُطُ وَإِلَيْهِ تُرْجَعُونَ

"Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik (menafkahkan hartanya di jalan Allah), Maka Allah akan meperlipat gandakan pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak. dan Allah menyempitkan dan melapangkan (rezki) dan kepada-Nya-lah kamu dikembalikan".

(QS Al Baqarah 245)

مَثَلُ الَّذِينَ يُنْفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ كَمَثَلِ حَبَّةٍ أَنْبَتَتْ سَبْعَ سَنَابِلَ فِي كُلِّ سُنْبُلَةٍ مِئَةُ حَبَّةٍ وَاللَّهُ يُضَاعِفُ لِمَنْ يَشَاءُ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ 

"Perumpamaan (infaq yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menginfaqkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha mengetahui".

(QS Al Baqarah 261)

Sudahkah Kita Berbakti kepada Orang Tua?

Ada sebuah kisah nyata, pada suatu hari seorang ibu sedang bercengkerama dengan anak-anaknya yang sedang asyik belajar. Ia memberikan buku gambar dan krayon kepada anak bungsunya yang masih berusia 4 tahun. Tentunya agar si bungsu tidak mengganggu kakak-kakaknya. Tiba-tiba dia teringat belum menyiapkan makan siang untuk bapak mertuanya. Seorang kakek tua sakit-sakitan yang tinggal di salah satu paviliun yang terpisah dari bangunan rumah utama.

Sehari-hari sang istrilah yang lebih banyak mengurus Bapak mertuanya. Ia mengurusnya sebisanya, suaminya pun cukup puas dengan apa yang dilakukan sang istri untuk ayahnya yang tidak bisa keluar dari ruangan karena kesehatan yang semakin menurun.

Si istri segera menyiapkan makanan dan mengantarkannya sendiri. Ia juga menanyakan apakah ada hal lain yang ia minta. Setelah beres ia kembali menemani anak-anaknya. Ia memperhatikan si bungsu yang sedang menggambar kotak segi empat dengan garis-garis di dalamnya. Sepertinya ia sedang menggambar denah rumah. “Adek sedang menggambar apa?” tanya ibu. “Ini gambar rumahku nanti kalau sudah besar.” Jawabnya.

Kemudian si Ibu menunjuk setiap ruangan sambil menanyakan, “Ini ruangan apa?” “Ini dapur, ruang tamu, kamar tidur, ….” Kata si Bungsu bersemangat. Kemudian si Ibu menunjuk gambar persegi empat yang terpisah dari denah utama, “Ruangan ini kok ada di luar rumah?” Dengan polos si Bungsu menjawab, “Ruangan ini untuk ibu nanti, Ibu tinggal disitu seperti Kakek yang tinggal di paviliun.”
Barulah si Ibu tersadar dengan ucapan polos putranya. Ternyata selama ini ia dan suaminya telah durhaka kepada orang tua. Ia bersyukur telah disadarkan oleh putra bungsunya.
Dari Ibnu Umar berkata bahwa Rosululloh bersabda, “Berbaktilah kepada kedua orang tua, niscaya anak kalian akan berbakti kepada kalian.” (H.R. Thabrani)

Dikutip dari majalah arrisalah Vol. X No. 3 Ramadhan-Syawal 1432 H/September 2010 (dengan perubahan seperlunya) –iwn--

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Blogger Templates